Dibalik Kurangnya Minat Generasi Muda Untuk Menjadi Petani di Indonesia
Hal ini menjadi perhatian penting dalam konteks regenerasi tenaga kerja di sektor pertanian, mengingat kelompok petani yang lebih tua semakin mendekati usia nonproduktif. Keterlibatan petani milenial ini sebenarnya membawa harapan besar bagi transformasi sektor pertanian, terutama karena generasi ini lebih adaptif terhadap teknologi, inovasi, dan pendekatan modern dalam pengelolaan agribisnis.
Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang terus meningkat membawa dampak pada dinamika tenaga kerja, termasuk kebutuhan regenerasi di berbagai sektor strategis, khususnya pertanian. Pergantian angkatan kerja dari generasi tua ke generasi muda menjadi penting mengingat sektor pertanian adalah tulang punggung penyedia kebutuhan pangan dan penunjang kehidupan masyarakat. Namun, fenomena merosotnya proporsi tenaga kerja muda di sektor ini menjadi tantangan besar.
Penurunan minat generasi muda terhadap pekerjaan di sektor pertanian, yang dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup, kurangnya daya tarik sektor tersebut, serta minimnya inovasi teknologi yang memadai, dapat berdampak negatif pada produktivitas.
Minimnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah rendahnya tingkat pengetahuan mengenai kegiatan budidaya maupun peluang wirausaha di bidang pertanian. Pengetahuan yang terbatas ini sering kali disebabkan oleh kurangnya akses dan paparan terhadap pendidikan pertanian, baik dalam bentuk pendidikan formal seperti di sekolah atau perguruan tinggi, maupun melalui pelatihan, magang, dan praktik kerja lapangan.
Padahal, pendidikan nonformal ini memiliki peran penting dalam memberikan pengalaman langsung dan pemahaman praktis tentang aktivitas teknis di sektor pertanian. Tanpa upaya yang memadai untuk meningkatkan akses terhadap pembelajaran dan keterampilan pertanian, generasi muda cenderung menganggap sektor ini kurang menarik dan kurang prospektif dibandingkan bidang lainnya, sehingga regenerasi tenaga kerja di sektor pertanian menjadi semakin terhambat.
Selain itu, keterbatasan input produksi menjadi salah satu kendala utama yang mengurangi minat generasi muda terhadap sektor pertanian. Lahan pertanian yang luas umumnya dimiliki oleh generasi yang lebih tua, yang telah lama berkecimpung dalam bidang ini dan memiliki pengalaman serta akses modal yang jauh lebih besar. Kondisi ini membuat generasi muda sulit untuk bersaing, karena mereka tidak hanya menghadapi keterbatasan lahan, tetapi juga keterbatasan modal yang diperlukan untuk memulai dan mengembangkan usaha pertanian.
Ketimpangan ini menciptakan hambatan struktural yang mempersulit regenerasi di sektor pertanian, sehingga diperlukan dukungan berupa akses lahan, pendanaan, dan teknologi yang lebih mudah dijangkau oleh generasi muda untuk mendorong mereka berkontribusi secara aktif di bidang ini
Tidak dapat dipungkiri bahwa rendahnya upah yang diterima dari aktivitas pertanian, bahkan dalam beberapa kasus tidak adanya imbal jasa berupa gaji, menjadi salah satu faktor yang menurunkan daya tarik sektor ini bagi generasi muda. Kondisi ini sering terjadi karena sebagian besar kegiatan pertanian di Indonesia masih didominasi oleh pola pertanian keluarga, di mana anggota keluarga terlibat langsung tanpa pengupahan formal. Pola ini mencerminkan sifat subsisten pertanian yang lebih mengutamakan keberlangsungan hidup keluarga daripada keuntungan finansial yang signifikan. Akibatnya, generasi muda cenderung melihat sektor pertanian sebagai pekerjaan yang tidak menjanjikan stabilitas ekonomi atau pengembangan karier, sehingga mereka lebih memilih sektor lain yang menawarkan penghasilan lebih kompetitif dan prospek jangka panjang yang lebih baik.
Pemerintah dapat mengambil berbagai langkah strategis untuk menarik minat generasi muda ke sektor pertanian melalui pendekatan yang terstruktur dan berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia. Salah satunya adalah transformasi pendidikan tinggi vokasi pertanian untuk mencetak lulusan yang memiliki keterampilan praktis sesuai kebutuhan industri.
Program pendampingan intensif yang melibatkan mahasiswa, alumni, dan kelompok pemuda tani, seperti yang digagas oleh Kementerian Pertanian, juga dapat membantu memastikan implementasi program berjalan efektif. Selain itu, inisiasi program wirausaha muda pertanian seperti Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP) dapat menjadi katalisator bagi generasi muda untuk menciptakan peluang usaha di sektor ini. Pemerintah juga dapat membentuk atau memperkuat kinerja Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang fokus pada kegiatan pertanian dengan melibatkan pemuda tani sebagai pelaksananya.
Optimalisasi sumber daya penyuluh pertanian untuk mendukung pertumbuhan kelompok pemuda tani di berbagai daerah, serta pelatihan dan program magang, juga menjadi langkah penting dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan motivasi generasi muda untuk berkontribusi aktif di bidang pertanian.
Belum ada Komentar untuk "Dibalik Kurangnya Minat Generasi Muda Untuk Menjadi Petani di Indonesia"
Posting Komentar